Friday, June 10, 2005

Jati diri dan harga diri.

"Tangan di atas lebih mulia daripada tangan di bawah". Demikian hadis dari Rasulullah. Sebisa mungkin, janganlah jadi pengemis.

Akibat perang saudara lebih dari 30 tahun, perebutan kekuasan kaum elit, menciptakan kaum "elit" (ekonomi sulit) lainnya. Itulah gambaran pilu dari negeri seribu candi Kamboja. Banyak orang yang kehilangan sanak saudara, bahkan banyak pula yang kehilangan organ tubuh. Sampai hari ini masih sering terdengar kaki yang putus karena menginjak ranjau darat. Kejam sungguh kejam. Sudah miskin, buntung pula kakinya.

Menjadi cacat bukan berarti menjadi beban orang lain. Saya menemukan seorang anak muda dengan semangat baja, menatap masa depan. Saya tidak "berani" minta izin memuat potret wajahnya. Cukup gerobak dorong, sumber nafkahnya. Namanya Rom. Dengan tegar dan percaya diri, dia menjadi pengusaha mandiri setelah "resign" dari profesi lamanya sebagai seorang pengemis. Gerobaknya menyediakan buku, kartu pos, dan aneka lukisan dan gambar. "Please buy, mister! Cheap-cheap...." demikian teriaknya kepada setiap turis yang lewat, plus senyum yang tulus.

Teringat dulu tahun 80-an sewaktu Pak Domo (Marsekal Soedomo) mencanangkan "Operasi Esok Penuh Harapan", menyediakan gerobak untuk para penganggur, pengamen, dan orang-orang jalanan, agar menjadi wirausahawan mandiri. Benar lho, tidak semua sepak terjang dan "kelakukan" rezim ORBA itu jelek. (RH).

0 Comments:

Post a Comment

<< Home