Tuesday, June 14, 2005

Seputar Kamboja

Ada beberapa momen yang menarik untuk diabadikan. Adegan babi diangkut dengan motor merupakan pemandangan yang dapat disaksikan pada pagi hari. Kalau babinya berukuran kecil, maka mereka akan dimasukkan ke dalam keranjang.

Mayoritas penduduk Kamboja adalah pemeluk Budha Mahayana. Mudah sekali kita jumpai biksu. Biksu identik dengan urusan akhirat. Jadi kalau ada yang doyan naik motor gede? Hayo....

Naik motor dengan keroyokan sampai 4 bahkan lima orang, berbahaya. Tapi di Kamboja itu normal bin biasa. Kalau ditanya apakah tidak takut bahaya? Lha lebih berbahaya naik motor lewat ladang ranjau. Alamak, perbandingannya "jaka sembung bawa golok".

Ya sud.... kalau memang begitu adanya. (RH)


Naik motor keroyokan, baik di kota maupun di desa.(image:ridwan) Posted by Hello


Ayo.. ada berapa ekor bagong naik motor ini? (image: ridwan) Posted by Hello


Biksu suka naek motor trail! Emang kagak boleh? (image:ridwan) Posted by Hello


Saya pun tidak paham mengapa pengemudi tuk-tuk ini memakai kaos dengan tulisan ini. Padahal dia tidak bisa ngomong Inggris, ah.. forget about it. iseng aja kali! (Foto Ridwan Heriyadi) Posted by Hello

Friday, June 10, 2005

What's up?

Jalan-jalan di pusat kota Siem Reap menyenangkan. Kota kecil ini cuma "se-upil", tidak neko-neko dan ruwet, very simple and straight forward (kok bisa?).

Turis bisa memilih jalan kaki atau naik sepeda, atau naik tuk-tuk. Dalam hitungan 10-15 menit, Anda dijamin sudah menjelajahi pusat kota. Benarkan, cuma "se-upil" besarnya.

Momen di bawah ini ditangkap sewaktu iseng keliling pusat kota. Dibuang sayang, euy.... (RH)


Wow...seraaaam! Yang berani mampir disini pasti sejenis Hercules, Obelix, dan kawan-kawan. (Foto Ridwan Heriyadi).  Posted by Hello


Warung Padang gampang dijumpai di seantero Indonesia. Di luar negeri hanya resto India yang bisa begitu. Ada dimana saja, kapan saja. Acha.. acha.... (Foto Ridwan Heriyadi). Posted by Hello


Dokter ini memberikan kenikmatan. Jangan takut berkunjung ke sini. Dijamin merem melek. (Foto Ridwan Heriyadi). Posted by Hello


Gerombolan "backpakers" sedang antri naik bus antar kota. (Foto Ridwan Heriyadi). Posted by Hello


Salah satu sudut pasar tradisional di Siem Reap. Sayuran melimpah dengan harga murah. (Foto Ridwan Heriyadi) Posted by Hello

Jati diri dan harga diri.

"Tangan di atas lebih mulia daripada tangan di bawah". Demikian hadis dari Rasulullah. Sebisa mungkin, janganlah jadi pengemis.

Akibat perang saudara lebih dari 30 tahun, perebutan kekuasan kaum elit, menciptakan kaum "elit" (ekonomi sulit) lainnya. Itulah gambaran pilu dari negeri seribu candi Kamboja. Banyak orang yang kehilangan sanak saudara, bahkan banyak pula yang kehilangan organ tubuh. Sampai hari ini masih sering terdengar kaki yang putus karena menginjak ranjau darat. Kejam sungguh kejam. Sudah miskin, buntung pula kakinya.

Menjadi cacat bukan berarti menjadi beban orang lain. Saya menemukan seorang anak muda dengan semangat baja, menatap masa depan. Saya tidak "berani" minta izin memuat potret wajahnya. Cukup gerobak dorong, sumber nafkahnya. Namanya Rom. Dengan tegar dan percaya diri, dia menjadi pengusaha mandiri setelah "resign" dari profesi lamanya sebagai seorang pengemis. Gerobaknya menyediakan buku, kartu pos, dan aneka lukisan dan gambar. "Please buy, mister! Cheap-cheap...." demikian teriaknya kepada setiap turis yang lewat, plus senyum yang tulus.

Teringat dulu tahun 80-an sewaktu Pak Domo (Marsekal Soedomo) mencanangkan "Operasi Esok Penuh Harapan", menyediakan gerobak untuk para penganggur, pengamen, dan orang-orang jalanan, agar menjadi wirausahawan mandiri. Benar lho, tidak semua sepak terjang dan "kelakukan" rezim ORBA itu jelek. (RH).


Gerobak dorong "Esok Penuh Harapan" (Foto Ridwan Heriyadi). Posted by Hello


Pernyataan tegas tentang jati diri dan harga diri! Bravo... (Foto Ridwan Heriyadi). Posted by Hello

Wednesday, June 08, 2005

PERMIKA

Tadinya saya mengira nama PERMIKA itu semacam perusahaan negara yang buka cabang di Kamboja. Bisa saja PERMIKA itu singkatan dari Perusahaan Minyak Kelapa. Anyway, rupanya itu akronim dari Perhimpunan Masyarakat Indonesia di Kamboja.

Bulan Mei lalu, KBRI menggelar acara keluarga untuk masyarakat Indonesia yang bermukim di Kamboja. Biar seru dan bisa dinikmati oleh seluruh lapisan keluarga, lokasi yang pas adalah pantai. Again, pantai yang elok di Kamboja, ya Sihanoukville. Here comes again, Sihanoukville.

Pesan Pak Dubes, bagi kami TKI yang sedang "berjuang" di negeri seribu candi ini, "kumpul ora kumpul, sing penting mangan". Jangan risau walau berjauhan dengan keluarga di tanah air, yang penting semua dapat makan. Itu lebih baik daripada "mangan ora mangan, sing penting ngumpul". Lha kalau sudah kumpul, tidak ada yang dimakan, bisa jadi kanibal kan?. Okeh deh Pak Dubes. (RH).


Foto keluarga di dermaga. Mundur dikit lagi pak, biar kelihatan semua gitu! (Foto Ridwan Heriyadi) Posted by Hello


Malam keakraban, dengan bermacam permainan untuk dewasa dan anak-anak.Mendekatkan yang jauh, merapatkan yang dekat. Maklum, di negeri orang. (Foto Ridwan Heriyadi).  Posted by Hello


Bapak Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk Kerajaan Kamboja, Bapak Nurrachman Oerip, sedang memberikan wejangan. Ganteng lho Bapak Dubes kita yang di Kamboja. (Foto Ridwan Heriyadi) Posted by Hello


Kaos pembagian, lengkap dengan sponsor pendukung acara (Foto Ridwan Heriyadi). Posted by Hello


Group foto bersama Bapak Dubes RI untuk Kamboja.  Posted by Hello

Doakan kami!

Setiap pagi saya menyaksikan rombongan kecil para biksu berkeliling kampung dan berkeliling kota. Mereka mendatangi rumah dan toko untuk mendapatkan pemberian makanan dari penduduk, tentu saja pemeluk Budha.

Menurut "investigasi" saya, para biksu tidak diperkenankan bekerja untuk mendapatkan penghasilan. Mereka berkonsentrasi untuk urusan agama saja. Penduduklah yang menyediakan makanan mereka. Ada kalanya penduduk datang ke kuil atau seringkali para biksu yang mendatangi penduduk.

Setelah menerima pemberian berupa makanan, minuman, atau uang, para biksu akan melantunkan semacam tembang puji-pujian, yang saya kira berupa doa-doa. Sang pemberi derma akan mengamini dengan khusuk, kedua telapak tangan disatukan di dada.

Para biksu akan menerima segala macam pemberian tanpa pernah protes. Mereka sudah "teken kontrak" mengabdi untuk akhirat. (RH)


Sedang khusuk mengamini doa yang dilantunkan para biksu. (Foto Ridwan Heriyadi). Posted by Hello


Para biksu berlalu setelah menerima "jatah" dari penduduk kampung. (Foto Ridwan Heriyadi). Posted by Hello